Sabtu, 25 Agustus 2012

VARIABLE DAN JENIS-JENISNYA

Variable bisa diartikan karateristik atau properties dari suatu kejadian, obyek, atau manusia yang nilainya bisa bervariasi.

Jenis-jenis variabel:
* Independent variable –> Dependent variable
Independent variable intinya variable yang kita ubah-ubah/kita modifikasi…untuk melihat pengaruhnya terhadap variable lain yang kita sebut Dependent Variable.
Jadi Dependent Variable adalah variable yang kita amati/ukur perubahannya.

* Quantitative variable: jika nilai variable bisa dinyatakan dengan ANGKA, contoh: nilai mahasiswa, umur, kepuasan konsumen (skala 1-7)
Qualitative variable atau disebut juga Categorical data : jika nilai variable TIDAK dinyatakan dengan ANGKA, contoh: warna rambut, jenis kelamin (pria/wanita)
* Discrete: variable/data quantitative tetapi selalu Bulat, contoh kepuasan konsumen (1,2,3,4,5,6,atau 7 tidak ada 3,5)
Continuous dalam SPSS disebut Scale: bisa Pecahan, contoh: suhu (10,5 derajat celcius)
ada lagi Ordinal variable: yakni Categorical variable tetapi bisa diurutkan nilainya, contoh: Kepuasan Konsumen (setuju, agak setuju, tidak setuju), Pendidikan (SD, SMP, SMA, S1)
* Control variable: yakni independent variable yang dijaga agar nilainya konstan (tidak berubah-ubah)
Experimental variable: yakni independent variable yang diubah-ubah untuk melihat pengaruhnya ke dependent variable
Contoh: pada penelitian pengaruh Penyedap rasa terhadap agresivitas anak. jenis Independent variable I: konsumsi Penyedap Rasa 0 atau 1 sendok/hari (Control Variable), Independent Variable II: konsumsi Penyedap rasa diubah-ubah/ditingkatkan dari 1 sendok, menjadi 2, 3, dst (Experimental variable)

LAGU DAERAH JAWA TENGAH + TEMBANG MACAPAT

Daftar beberapa lagu daerah Jawa Tengah :
A.    Gambang Suling
B.     Gek Kepriye
C.     Gundul Pacul
D.    Lir-Ilir
F.      Jangkrik Genggong
G.    Jaranan
H.    Jenang Gula
E.     Jamuran
                 http://id.wikipedia.org/wiki/Langgam_Jawa
Waktu diunggah : 7 Juni 2012 pukul 06.50
Waktu akses : 28 Juli 2012 pukul 21.10

Tembang Macapat :

Tembang cilik / Sekar alit;
A.    Dhandhanggula
B.     Maskumambang
C.     Sinom
D.    Kinanthi
E.     Asmarandana
F.      Durma
G.    Pangkur
H.    Mijil
I.       Pocung
Tembang tengahan / Sekar madya;
A.    Jurudhemung
B.     Wirangrong
C.     Balabak
D.    Gambuh
E.     Megatruh
Tembang gedhé / Sekar ageng;
A.    Girisa

Waktu diunggah : 14 Juni 2012 pukul 18.32
Waktu akses : 28 Juli 2012 pukul 21.18


1.      Gambang Suling
Gambang Suling termasuk lagu daerah Jawa Tengah. Lagu yang cukup populer ini karya dalang kondang Ki Narto Sabdo.
Gambang Suling iku sawijining tembang dolanan, yaiku jinis tembang sing prasaja, biasa ditembangaké déning bocah-bocah cilik, utamané ing padésan, sinambi dolanan bebarengan karo kanca-kancané. Lumantar lagu dolanan, bocah-bocah dikenalaké bab sato kéwan, sato iwèn, thethukulan, tetanduran, bebrayan, lingkungan alam, lan sapanunggalané.Kadhangkala tembang dolanan uga ditembangaké déning waranggana jroning swasana tinamtu ing pagelaran wayang kulit.
Gambang suling ngumandang swarane
tulat-tulit kepenak unine
u. .nine mung nrenyuh ake
bareng lan kentrung ketipung suling
sigrak kendhangane
Terjemahan :
Bunyi suling berkumandang swaranya
Tulat-tulit enak bunyinya
Bunyinya hanya mengharukan
Bersama kentrung ketipung suling
Mantap bunyi kendangnya
    
Ki Narto Sabdo
Waktu diunggah : 23 Desember 2008 oleh Kak Ichsan
                              07 Februari 2010
29 Mei 2012 pukul 09.40
Waktu akses : 29 Juli 2012 pukul 13.25


2.      Gek Kepriye
Duh kaya ngene rasane
Anake wong ora duwe
Ngalor ngidul tansah diece
Karo kanca kancane
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Pye pye pye pye ya ben rasakna
Pye pye pye pye rasakna dewe
Besuk kapan aku bisa
Urip kang luwih mulya
Melu nyunjung drajating bangsa
Indonesia kang mulya
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
Pye pye pye pye mbuh ra weruh
Pye pye pye pye mbuh ra ngerti
Waktu diunggah : 04 Mei 2006 pukul 21.23
Waktu akses : 29 Juli 2012 pukul 15.24


3.      Gundul Pacul
Lirik dan nada Gundul Pacul diciptakan oleh R.C. Hardjosubroto. Namun, pada umumnya lagu ini dianggap sebagai hasil karya Sunan Kalijaga. Lagu ini juga merupakan lagu suluh populer yang digunakan Sunan Kalijaga untuk berdakwah.
Lagu ini memiliki birama 4/4 dan tipe moderato.
Gundul gundul pacul cul gelelengan
Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi dak ratan
Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan
     
Waktu diunggah : 04 Mei 2006 pukul 21.23
                              29 Mei 2012 pukul 11.38
                              28 Juli 2012 pukul 09.28
Waktu akses : 29 Juli 2012 pukul 15.48


4.      Lir-Ilir
Lagu Lir-Ilir diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Sampai sekarang, lagu ini masih akrab di telinga sebagian besar orang Jawa.

Lir-ilir, lir-ilir
tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar
Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Yo surako… surak hiyo…
Lir ilir, judul dari tembang di atas. Bukan sekedar tembang dolanan biasa, tapi tembang di atas mengandung makna yang sangat mendalam. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah. Carrol McLaughlin, seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan tembang ini, beliau sering memainkannya. Maya Hasan, seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini. Para pemain Harpa seperti Maya Hasan (Indonesia), Carrol McLaughlin (Kanada), Hiroko Saito (Jepang), Kellie Marie Cousineau (Amerika Serikat), dan Lizary Rodrigues (Puerto Rico) pernah menterjemahkan lagu ini dalam musik Jazz pada konser musik “Harp to Heart“.
Apakah makna mendalam dari tembang ini? Mari kita coba mengupas maknanya
Lir-ilir, lir-ilir
tembang ini diawalii dengan ilir-ilir yang artinya bangun-bangun atau bisa diartikan hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga diartikan sebagai sadarlah. Tetapi yang perlu dikaji lagi, apa yang perlu untuk dibangunkan?Apa yang perlu dihidupkan? hidupnya Apa ? Ruh? kesadaran ? Pikiran? terserah kita yang penting ada sesuatu yang dihidupkan, dan jangan lupa disini ada unsur angin, berarti cara menghidupkannya ada gerak..(kita fikirkan ini)..gerak menghasilkan udara. ini adalah ajakan untuk berdzikir. Dengan berdzikir, maka ada sesuatu yang dihidupkan.
tandure wus sumilir, Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar.
Bait ini mengandung makna kalau sudah berdzikir maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat menghidupkan pohon yang hijau dan indah. Pohon di sini artinya adalah sesuatu yang memiliki banyak manfaat bagi kita. Pengantin baru ada yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya.
Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi.
Mengapa kok “Cah angon” ? Bukan “Pak Jendral” , “Pak Presiden” atau yang lain? Mengapa dipilih “Cah angon” ? Cah angon maksudnya adalah seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu “menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar. Lalu,kenapa “Blimbing” ? Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam. Kenapa “Penekno” ? ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil Islam dan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu dalam melaksanakan Islam.
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro.
Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.
Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir.
Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah ”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.
dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore.
Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada hari pertanggungjawaban kelak.
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane.
Para wali mengingatkan agar para penganut Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih menempel pada hayat kita.
Yo surako surak hiyo.
Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai “mari kita terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (Al-Anfal :25)
             
        Belimbing                           Sunan Kalijaga

               http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kalijaga
Waktu diunggah : 12 Agustus 2011
                              28 Juli 2012 pukul 09.28
Waktu akses : 29 Juli 2012 pukul 16.25


5.      Jamuran
Pencipta tembang dolanan anak ini adalah Ki Hadi Sukatno. Saat ini, Ki Hadi Sukatno khawatir bila lagu Jamuran dan tembang dolanan anak lainnya tidak akan lestari karena saat ini anak-anak lebih menyukai bermain permainan canggih yang modern dan menonton televisi daripada bermain permain tradisional nan unik dan kreatif.

Jamuran iku dolanan kang misuwur ing tlatah Jawa. Jamuran bisa dilakokaké bocah kang cacahé 4-12. Jamuran lumrahé dianakake ing wektu sore lan bengi nalika padhang bulan. Bocah sing melu dolanan umure antarane 6 nganti 13 taun. Dolanan jamuran bisa dilakokaké dening bocah lanang, bocah wadon utawa campuran. Dolanan jamuran ora butuhaké perkakas warna-warna, mung butuhake latar kang jembar.
Carane dolanan
Saumpama sing dolanan cacahe 10 (A, B, C, D, E, F, G, H, I, J), banjur diundhi kanthi pingsut, sapa sing kalah bakal dadi. Saumpama sing dadi J, banjur A, B, C, D, E, F, G, H, I baris bentuk bunder, ngubengi J kang ana ing tengah. Banjur A nganti I mau mlaku mubeng-mubeng ngubengi J, sinambi nembangaké tembang jamuran. Nalika tekan pungkasané tembang, A nganti I mandheg anggoné ngubengi J. Banjur J mangsuli pitakoné bocah-bocah sing ngubengi. Saumpama J mangsuli jamur kethèk mènèk, banjur bocah 9 sing ngubengi mau kudu langsung tumindak kaya kethèk. Yen ana bocah sing ora isa niru tumindak kaya kethèk, tegesé bocah kuwi bakal dadi. Bocah kang dadi isa nyebutaké aran jamur apa wae kang kudu diperagakaké bocah 9 sing mubengi sing dadi mau. Yèn ana bocah sing ora isa, tegesé bocah kuwi dadi. Saumpamané jamur gagak, bocah 9 kang ana ing pinggir mau kudu niru tumindaké gagak, yèn salah utawa ora bisa kudu dadi.
Jamuran ya gégé thok
Jamur apa ya gégé thok
Jamur gajih mbejijih sa ara-ara
Sira mbadhé jamur apa
                                       
Dolanan Jamuran                                           Ki Hadi Sukatno
               http://jv.wikipedia.org/wiki/Jamuran
Waktu diunggah : 26 Maret 2012 pukul  12.27
11 Juli 2012 pukul 14.26
Waktu akses : 29 Juli 2012 pukul 17.03

6.      Jangkrik Genggong
Lagu Jangkrik Genggong adalah lagu ciptaan Andjar Any. Lagu ini dinyanyikan oleh Waldjinah dan diproduksi oleh Pusaka Records.
Kendal kaline wungu
Ajar kenal karo aku
Lelene mati digepuk
Gepuk nganggo walesane
Suwe ora petuk
ati sido remuk
Kepetuk mung suwarane
E..ya..e..ya..e..
E..ya..e..yae yae yae
Jangkrik genggong
Jangkrik genggong
Luwih becik omomg kosong
Semarang kaline banjir
Jo semelang rak dipikir
Jangkrik upo sobo ning tonggo
Melumpat ning tengah jogan
Wis watake prio
Jare ngaku setyo
Tekan ndalan selewengan
E..ya..e..ya..e..
E..ya..e..yae yae yae
Jangkrik genggong
Jangkrik genggong
Wani nglirik sepi uwong
Yen ngetan bali ngulon
Tiwas edan ora kelakon
Yen ngrujak rujako nanas
Ojo ditambahi kweni
Kene tiwas nggagas
Awak adem panas
Jebul ono sing nduweni
E..ya..e..ya..e..
E..ya..e..yae yae yae
Jangkrik genggong
Jangkrik genggong
Sampun cekap mongso borong
  ç  Andjar Any

Waktu diunggah : 14 August 2011
Waktu akses : 29 Juli 2012 pukul 20.13
7.      Jaranan
Lagu ini diciptakan oleh Ki Hadi Sukatno.
Lagu ini sewajarnya dinyanyikan anak-anak sambil memakai jaran kepang.

Jaranan, jaranan jarané jaran Tèji
Sing numpak Mas Ngabèhi, sing ngiring para abdi
Jrèk jrèk nong, jrèk jrèk gung jrèk è jrèk turut lurung
Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedhèr
Gedebuk krincing gedebuk krincing thok thok gedebuk jedhèr.

                            
Jaranan                                            Ki Hadi Sukatno

Waktu diunggah : 18 Mei 2012 pukul 12.13
Waktu akses : 29 Juli 2012 pukul 20.20





















8.      Jenang Gula
Lagu ini merupakan salah satu karya Andjar Any. Lagu ini juga digunakan di Langgam Jawa.

Jenang gulo, kowe ojo lali marang aku iki yo kangmas
Nalikane nandang susah sopo sing ngancani,
Dhek semono aku tetep setyo serta tetep tresno yo kangmas.
Durung nate gawe gelo lan gawe kuciwo
Ning saiki bareng mukti kowe kok njur malah lali marang  aku
Sithik-sithik mesti nesu terus ngajak padu
Jo ngono… jo ngono…
Opo kowe pancen ra kelingan jamane dek biyan yo kangmas
Kowe janji bungah susah padha dilakoni
Anda mungkin pernah mendengar atau membaca lirik lagu tersebut. Bagi sebagian orang, lirik lagu di atas mungkin nggak begitu menarik perhatian, namun bagi insan yang memegang prinsip kesetiaan penuh kepada pasangan hidup (suami istri), lirik lagu tersebut layak untuk dicermati, dicerna dan diresapi maknanya lebih dalam. Lagu itu berisi keluhan dari seorang istri yang telah mengikat kesetiaan penuh kepada suaminya, namun ketika hidup mereka semakin sejahtera, ternyata sang suami justru melupakan sang istri. Bagi kaum adam, anda layak untuk mencerna makna lagu tersebut dengan jernih, agar hidup anda menjadi mulia dan terhormat, baik di mata masyarakat, anak-anak, dan apalagi bagi istri anda. Kemungkinan sang pencipta lagu saat mencipta lagu tersebut terinspirasi dengan banyak kejadian, dimana saat suami istri dalam posisi susah mereka saling mencintai, namun ketika mereka semakin makmur, sang suami justru semakin melupakan peran sentral sang istri dalam mencapai kemakmuran tersebut.

  ç  Andjar Any

Waktu diunggah : 25 Maret 2011 pukul  02.39
                                    11 Januari 2009
Waktu akses : 29 Juli 2012 pukul 20.32
Tembang Macapat

Macapat adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir yang disebut guru lagu.Macapat dengan nama lain juga bisa ditemukan dalam kebudayaan Bali, Sasak, Madura, dan Sunda. Selain itu macapat juga pernah ditemukan di Palembang dan Banjarmasin. Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula. Macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, namun hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah. Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam.

Karya-karya kesusastraan klasik Jawa dari masa Mataram Baru, pada umumnya ditulis menggunakan metrum macapat.Sebuah tulisan dalam bentuk prosa atau gancaran pada umumnya tidak dianggap sebagai hasil karya sastra namun hanya semacam 'daftar isi' saja.Beberapa contoh karya sastra Jawa yang ditulis dalam tembang macapat termasuk Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, dan Serat Kalatidha.

Puisi tradisional Jawa atau tembang biasanya dibagi menjadi tiga kategori: tembang cilik, tembang tengahan dan tembang gedhé. Macapat digolongkan kepada kepada kategori tembang cilik dan juga tembang tengahan, sementara tembang gedhé berdasarkan kakawin atau puisi tradisional Jawa Kuna, namun dalam penggunaannya pada masa Mataram Baru, tidak diterapkan perbedaan antara suku kata panjang ataupun pendek. Di sisi lain tembang tengahan juga bisa merujuk kepada kidung, puisi tradisional dalam bahasa Jawa Pertengahan.

Kalau dibandingkan dengan kakawin, aturan-aturan dalam macapat berbeda dan lebih mudah diterapkan menggunakan bahasa Jawa karena berbeda dengan kakawin yang didasarkan pada bahasa Sanskerta, dalam macapat perbedaan antara suku kata panjang dan pendek diabaikan.


Etimologi
Pada umumnya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Namun ini bukan satu-satunya arti, penafsiran lainnya ada pula. Seorang pakar Sastra Jawa, Arps menguraikan beberapa arti-arti lainnya di dalam bukunya Tembang in two traditions.
Selain yang telah disebut di atas ini, arti lainnya ialah bahwa -pat merujuk kepada jumlah tanda diakritis (sandhangan) dalam aksara Jawa yang relevan dalam penembangan macapat.
Kemudian menurut Serat Mardawalagu, yang dikarang oleh Ranggawarsita, macapat merupakan singkatan dari frasa maca-pat-lagu yang artinya ialah "melagukan nada keempat". Selain maca-pat-lagu, masih ada lagi maca-sa-lagu, maca-ro-lagu dan maca-tri-lagu. Konon maca-sa termasuk kategori tertua dan diciptakan oleh para Dewa dan diturunkan kepada pandita Walmiki dan diperbanyak oleh sang pujangga istana Yogiswara dari Kediri. Ternyata ini termasuk kategori yang sekarang disebut dengan nama tembang gedhé. Maca-ro termasuk tipe tembang gedhé di mana jumlah bait per pupuh bisa kurang dari empat sementara jumlah sukukata dalam setiap bait tidak selalu sama dan diciptakan oleh Yogiswara. Maca-tri atau kategori yang ketiga adalah tembang tengahan yang konon diciptakan oleh Resi Wiratmaka, pandita istana Janggala dan disempurnakan oleh Pangeran Panji Inokartapati dan saudaranya. Dan akhirnya, macapat atau tembang cilik diciptakan oleh Sunan Bonang dan diturunkan kepada semua wali.


Sejarah macapat
Secara umum diperkirakan bahwa macapat muncul pada akhir masa Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga, namun hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di Jawa Tengah. Sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum datangnya Islam. Sebagai contoh ada sebuah teks dari Bali atau Jawa Timur yang dikenal dengan judul Kidung Ranggalawé dikatakan telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi. Namun di sisi lain, tarikh ini disangsikan karena karya ini hanya dikenal versinya yang lebih mutakhir dan semua naskah yang memuat teks ini berasal dari Bali.
Sementara itu mengenai usia macapat, terutama hubungannya dengan kakawin, mana yang lebih tua, terdapat dua pendapat yang berbeda. Prijohoetomo berpendapat bahwa macapat merupakan turunan kakawin dengan tembang gedhé sebagai perantara. Pendapat ini disangkal oleh Poerbatjaraka dan Zoetmulder. Menurut kedua pakar ini macapat sebagai metrum puisi asli Jawa lebih tua usianya daripada kakawin. Maka macapat baru muncul setelah pengaruh India semakin pudar.


Struktur macapat
Sebuah karya sastra macapat biasanya dibagi menjadi beberapa pupuh, sementara setiap pupuh dibagi menjadi beberapa pada.  Setiap pupuh menggunakan metrum yang sama. Metrum ini biasanya tergantung kepada watak isi teks yang diceritakan.
Jumlah pada per pupuh berbeda-beda, tergantung terhadap jumlah teks yang digunakan. Sementara setiap pada dibagi lagi menjadi larik atau gatra. Sementara setiap larik atau gatra ini dibagi lagi menjadi suku kata atau wanda. Setiap gatra jadi memiliki jumlah suku kata yang tetap dan berakhir dengan sebuah vokal yang sama pula.
Aturan mengenai penggunaan jumlah suku kata ini diberi nama guru wilangan. Sementara aturan pemakaian vokal akhir setiap larik atau gatra diberi nama guru lagu.


 Jenis metrum macapat

Jumlah metrum baku macapat ada limabelas buah. Lalu metrum-metrum ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tembang cilik, tembang tengahan dan tembang gedhé. Kategori tembang cilik memuat sembilan metrum, tembang tengahan enam metrum dan tembang gedhé satu metrum.


Tabel macapat
Supaya lebih mudah membedakan antara guru gatra, guru wilangan lan guru lagu dari tembang-tembang tadi, maka setiap metrum ditata di dalam sebuah tabel seperti di bawah ini :        
Metrum
Gatra
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
Tembang cilik / Sekar alit
Dhandhanggula
10
10i
10a
7u
9i
7a
6u
8a
12i
7a
Maskumambang
4
12i
6a
8i
8a






Sinom
9
8a
8i
8a
8i
7i
8u
7a
8i
12a

Kinanthi
6
8u
8i
8a
8i
8a
8i




Asmarandana
7
8a
8i
8a
7a
8u
8a



Durma
7
12a
7i
6a
7a
8i
5a
7i



Pangkur
7
8a
11i
8u
7a
12u
8a
8i



Mijil
6
10i
6o
10é
10i
6i
6u




Pocung
4
12u
6a
8i
12a






Tembang tengahan / Sekar madya
Jurudhemung
7
8a
8u
8u
8a
8u
8a
8u



Wirangrong
6
8i
8o
10u
6i
7a
8a




Balabak
6
12a
12a
12u




Gambuh
5
7u
10u
12i
8u
8o





Megatruh
5
12u
8i
8u
8i
8o





Tembang gedhé / Sekar ageng
Girisa
8
8a
8a
8a
8a
8a
8a
8a
8a



Contoh penggunaan metrum macapat
Di bawah ini disajikan contoh-contoh penggunaan setiap metrum macapat dalam bahasa Jawa beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Dijelaskan pula tokoh penciptanya menurut legenda dan watak setiap metrum.

Dhandhanggula

Dhandhanggula adalah sebuah metrum yang memiliki watak luwes. Metrum ini diatribusikan kepada Sunan Kalijaga.

Contoh (Serat Jayalengkara):
Bahasa Jawa
Bahasa Indonesia
Prajêng Medhang Kamulan winarni,
Diceritakan mengenai kerajaan Medhang Kamulan,
narèndrâdi Sri Jayalengkara,
ketika sang raja agung Sri Jayalengkara
kang jumeneng nerpatiné,
yang bertahta sebagai raja
ambek santa budi alus,
memiliki pikiran tenang dan berbudi halus
nata dibya putus ing niti,
raja utama pandai dalam ilmu politik
asih ing wadya tantra,
mengasihi para bala tentara
paramartêng wadu,
sayang terhadap para wanita
widagdêng mring kasudiran,
teguh terhadap jiwa kepahlawanan
sida sedya putus ing agal lan alit,
berhasil dalam berkarya secara lahiriah maupun batiniah
tan kènger ing aksara.
tidak terpengaruh sihir.


Maskumambang

Gereng-gereng Gathotkaca sru anangis
Sambaté mlas arsa
Luhnya marawayan mili
Gung tinamêng astanira

Sinom

Pangéran Panggung saksana,
Anyangking daluwang mangsi,
Dènira manjing dahana,
Alungguh sajroning geni,
Èca sarwi nenulis,
Ing jero pawaka murub.

 

Asmaradana

Aja turu soré kaki Ana Déwa nganglang jagad Nyangking bokor kencanané Isine donga tetulak Sandhang kelawan pangan Yaiku bagéyanipun wong welek sabar narima

 

Kinanthi

Metrum Kinanthi ini memiliki watak gandrung dan piwulang. Metrum ini konon diciptakan oleh Sultan Adi Erucakra.
Contoh (Serat Rama gubahan Yasadipura):
Anoman malumpat sampun,
Praptêng witing nagasari,
Mulat mangandhap katingal,
Wanodyâyu kuru aking,
Gelung rusak awor kisma,
Ingkang iga-iga kêksi.

 

Pangkur

Lumuh tukua pawarta,
Tan saranta nuruti hardengati,
Satata tansah tinemu,
Kataman martotama,
Kadarmaning narendra sudibya sadu,
Wus mangkana kalih samya,
Sareng manguswa pada ji.
(Haji Pamasa, Ranggawarsita)

 

Pangkur

Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karenan mardi siwi,
Mangka nadyan tuwa pikun,
Yen tan mekani rasa,
Yekti sepi sepa lir asepa samun,
Samangsane pakumpulan,
Gonyak ganyuk nglelingsemi.

 

Durma

Damarwulan aja ngucireng ngayuda, 12 a
Baliya sun anteni, 7 i
Mangsa sun mundura, 6 a
Lah Bisma den prayitna, 7 a
Katiban pusaka mami, 8 i
Mara tibakna, 5 a
Curiganira nuli. 7 i
(Langendriyan)

 

Mijil

Jalak uren mawurahan sami, 10 i
Samadya andon woh, 6 o
Amuwuhi malad wiyadine, 10 e
Ana manuk mamatuk sasari, 10 i
Angsoka sulastri, 6 i
Ruru karya gandrung. 6 u
(Haji Pamasa, Ranggawarsita)

 

Pucung

Pucung adalah salah satu dari 12 puisi jawa (tembang macapat) yang sangat sederhana sekali. Pucung biasa disebut juga dengan pocung. Pucung adalah tetembangan yang digunakan untuk mengingat pada kematikan, karena dekat dengan kata “pocong” yaitu pembungkusan mayat saat mau dikubur. Selain itu pucung juga berarti woh-wohan (buah-buahan) yang memberikan kesegaran. Dan kata “cung” sendiri mengingatkan pada kuncung yang lucu. Oleh sebab itu perkembangan dari tembang ini merujuk kepada hal-hal lucu atau parikan atau bedhekan (tebakan).
Pucung sendiri memiliki watak kendur, tanpa adanya klimaks dan tujuan dalam cerita. Dalam membuat pucung tidak boleh asal-asalan karena ada aturannya.
Berikut aturan dari tembang pucung.
1. Guru gatra = 4
Artinya tembang ini memiliki 4 larik kalimat.
2. Juru wilangan = 12, 6, 8, 12
Maksudnya tiap kalimat harus bersuku kata seperti diatas. Kalimat pertama 12 suku kata. Kalimat kedua 6 suku kata. Kalimat ketiga 8 suku kata. Kalimat keempat 12 suku kata.
3. Guru lagu = u, a, i, a
Akhir suku kata dari setiap kalimat harus bervokal u, a, i, a
Berikut ini adalah contoh tembang pucung.
Ngelmu iku kelakone kanthi laku --> u
Lekase lawan kas --> a
Tegese kas nyantosani --> i
Setya budya pengekesing dur angkara --> a

 

Jurudemung

Tuladha iki dijupuk saka Serat Pranacitra
ni ajeng mring gandhok wétan
wus panggih lan Rara Mendut
alon wijilé kang wuwus
hèh Mendut pamintanira
adhedhasar adol bungkus
wus katur sarta kalilan
déning jeng kyai Tumenggung.

Tuladha iki dijupuk saka Serat Sekar-sekaran anggitan Mangkunegaran IV.
cirining serat iberan
kebo bang sungunya tanggung
saben kepi mirah ingsun
katon pupur lalamatan
kunir pita kasut kayu
wulucumbu Madukara paran margane ketemu

 

Wirangrong

Tuladha iki dijupuk saka Serat Wulang Rèh anggitan dalem Ingkang Sinuhun Pakubuwana IV.
dèn samya marsudêng budi
wiwéka dipunwaspaos
aja-dumèh-dumèh bisa muwus
yèn tan pantes ugi
sanadyan mung sakecap
yèn tan pantes prenahira

 

Balabak

Tuladha iki dijupuk saka Serat Jaka Lodhang anggitan Ki Ranggawarsita.
byar rahina Kèn Rara wus maring sendhang
mamèt wé
turut marga nyambi reramban janganan
antuké
praptêng wisma wusing nyapu atetebah
jogané

Tuladha iki anggitane Ki Padmosukoco.
kabalabak jroning jagad gedhe ana,
yektine
jagad cilik sinorotan surya, kembar
pandhane
soring surya ana gunung gung saguja,
blegere

 

Gambuh

Sekar gambuh ping catur,
Kang cinatur polah kang kalantur,
Tanpa tutur katula tula katali,
Kadaluwarsa katutuh,
Kapatuh pan dadi awon.

 

Megatruh

Tuladha iki dijupuk saka Babad Tanah Jawi anggitan Ki Yasadipura.
"sigra milir kang gèthèk sinangga bajul"
"kawan dasa kang njagèni"
"ing ngarsa miwah ing pungkur"
"tanapi ing kanan kéring"
"kang gèthèk lampahnya alon"

 

Girisa

Metrum ini memiliki watak megah (mrebawani). Metrum ini diambil dari metrum kakawin dengan nama yang sama.
Dene utamaning nata, 8 a
Berbudi bawa leksana, 8 a
Lire berbudi mangkana, 8 a
Lila legawa ing driya, 8 a
Agung dennya paring dana, 8 a
Anggeganjar saben dina, 8 a
Lire kang bawa leksana, 8 a
Anetepi pangandika. 8 a


Waktu diunggah : 14 Juni 2012 pukul 18.32
Waktu akses : 29 Juli 2012 puku 20.57




~~~ Terimakasih ~~~